Jumat, 04 Oktober 2013

PGRI sejak lahirnya orde baru
1. Kesatuan aksi guru Indonesia KAGI
Peristiwa G30S/PKI merupakan puncak dari apa sebelumnya berlangsung dalam tubuh PGRI,yaitu perebutan pengaruh anti PKI dan pro PKI,infil Trasi dan fitnah Pro PKI berdirinya PGRI non-vaksentral dll.
Bersama para pelajar,mahasiswa,sarjana,dll,para guru anggota PGRI turun kejalan dengan meneriakan tritura (tri tuntunan rakyat) yakni :”bubarkan PKI,ritul 100 mentri,danturunkan harga-harga!”. Mereka membentuk kesatuan” aksi misal’a KAMI,KASI,sedangkan para guru” membentuk KAGI pada tanggal 2 februari 1966.
Perlu ditambahkan bahwa KAGI pada mulanya terbentuk dijakarta raya dan jawa barat, kemudian berturut” terbentuk KAGI di wilayah lainnya.
Tugas Utama KAGI adalah A.Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsure” PKI “dan orde lama.B. menyatukan semua guru d.dalam organisasi guru yaitu PGRI.c. memperjuangkan agar PGRI menjadi organi sasi guru yang tidah hanya bersifat unotalistik tetapi juga independen dan non partai politik.
Bukti keberasilan kekuatan orde baru dalam kongres ini terlihat dari hasil” kongres di bidang unsure atau politik atau PB PGRI masa bakti XI adapun hasil” kongres XI adalah
• Menjunjung tinggi HAM
• PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR atau MPRS
• Frontnasional di bubarkan
• PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat UNITARISTIK,INDEPENDEN dan NON partai politik
• DLL.
Selanjutnya,hasil XI PGRI di bidang organisasi :
• INTENSIFIKASI penerangan tentang kegiatan organisasi melalui pers,Radio,TV dan Majalah Suara Guru.
• Pendidikan kader organisasi secara teratur dan terencana
• PGRI menjadi anggota WCOTP
• Dll.
2. Konsulidasi organisasi pada awal orde baru
Menarik juga untuk di simak kembali seri tulisan harian kompas tahun 1967 yang berjudul PORAK PORANDANYA KERETA PGRI DI JAWA TENGAN tulisan ini merupakan “serangn” kepada PB PGRI masa perserikatan (kongres XI).
Pembentukan kaki d.jawa timur dan jawa tengah, antara lain untuk menyelamatkan PGRI dari kemelut politik pada saat itu hasilnya adalahkonferda PGRI di ke 2 daerah tersebut berhasil memilih pengurus daerah PGRI yang baru.
Pada tahun 1969 atas perdesakan nasib guru yang d.bentuk PGRI,pemerintang setuju untuk mencairkan tunjangan kelebihan mengajar bagi guru” SD di seluruh Indonesia
Hubungan PGRI dengan organisasi guru mulai di rintis kembali.Pada bulan juli 1966 secara resmi diterima menjadi anggota WCOTP dalam kongres guru se Dunia soel di Korea selatan.SEtelah itu,PGRI d.undang untuk mengikuti tradeunionleader course di negeri belanda selama 4 bulan,kursus di adakan 2 angkatan :
Angkatan 1 pada tahun 1969 dan angkatan 2 1970.
3. Arti Lambing PGRI
• Bentuk cakra atau lingkaran melambangkan cita – cita luhur dan daya upaya manaikan pengapdian yang terus menerus
• Ukuran,corak dan warna : bidang bagian pinggir rulingkara berwarna merah melambangkan pengabdian yang d.landasi kemurnian dan keberanian bagi kepentingan rakyat.Warna petih dengan tulisan persatuan guru republic Indonesia melambangkan paduan warna pinggir merah pitih melambangkan pengabdian pada Negara,bangsa dan tanah air Indonesia.
• Suluh berdiri tegak bercorak 4 garis tegak dan datar berwarna kuning melambangkan fungsi guru (pada penddidkan pra sekolah,dasar,menengah dan perguruan tinggi)dengan hakikat tugas pengabdian guru sebagai pendidikan yang besar dan luhur.
• Nyala api dengan 5 sinar waena merah melambangkan arti ideologi dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti,cipta,rasa,karsa,dan karya generasi.
• 4 buku mengapit suluh dengan posisi 2 datar dan 2 tengak ( simetris)dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmu yang menyangkut nilai” moral,pengetahuan,keterampilan,dan akhlak bagi tingkatan lembaga” pendidikan,pra sekolah,dasar,menengah, dan tinggi.
• Warna dasar tengah hijau melambangkan kemakmuran.
Arti keseluruhan :
Guru Indonesia dengan itikad dan kesadaran yang murni dengan segala keberanian,keluhuran jiwa dan kasih sayang senan tiasa menunaikan darma baktinya kepada Negara,tanah air dan bangsa Indonesia dalam budi pekerti cinta,rasa,karsa,dan karya generasi bangsa menjadi manusia pancasila yang memiliki moral,pengetahuan,keterampilan dan akhlak yang tinggi.
Pwnggunaan :
1. Sebagai lambang atau lencana
2. Sebagai panji resmi dalam upacara dan panji hiasan
3. Di pancangkan mendampingi bendera nasional merah putih dalam upacara/pertemuan organisasi oleh PGRI.
4. Berdirinya YPLP-PGRI dan wisma guru kongres XIV PGRI th. 26-29 Juni di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai wisma guru.
Untuk melaksanakan keputusan kongres BP PGRI membentuk YPLP-PGRI dengan akta notaries Moh.Ali No. 21 tgl. 31 maret 1980 yang berlaku sejak tgl. 1 Januari 1980. Yaitu melakukan pembinaan , pengelolaan , dan penggembangan lembaga pendidikan PGRI di seluruh Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada PB PGRI
Hikmah dan manfaat dari yang diambil dari ketetapan PGRI sebagai organisasi profesi adalah,
1) Medan perjuangan, pengbdiaan dan kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan dan dimantapkan
2) Upaya peningkatan mtu profesionalisme para anggota PGRI.
3) Dapat dipupuk rasa kesatuan dan kesatuan yang makin kokoh.
 Refeleksi tentang masa depan PGRI
Apa bila kita dengan sadar dan sengaja menyediakan waktu untuk meneliti kembali secara cermat gagasan”, pola tindakan dan prestasi PGRI sejak awal berdirinya sampai sekarang maka kita temukan kembali bahwa pada hakikatnya PGRI adalah sebuah organisasi propesi pendidik dan pada umumnya dan para guru pada khususnya .berdasarkan pengamatan ertahun”,tampak jelas bahwa PGRI seperti organisasi yang lainnya mempunyai pengalaman yang penting dalam rangka mensukseskan strategi yang bersifat kuantitatif,dalam arti menggalang masa secara politis,terutama waktu menjelang pemilu.
Masa depan menuntut semakin tingginya kualitas dari pada kuantitas (jumlah anggota).
PGRI sangat berpengalaman dalam melayani para anggota’a yang sebagian besar guru SD; sementara peningkatan kualitas propesi di perlukan oleh para guru para semua jenis dan jenjang pendidikan untuk itu,PGRI di tuntut untuk lebih akrab dengan berbagai permasalahan yang di hadapi oleh para guru sekolah menengah,dan bahkan para dosen di petrguruan tinggi.
PGRI pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959,soebandri dkk.Melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.
1. Lahirnya PGRI Non-Yaksentral/PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih”machsovorming en machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).
Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.
2. Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)
Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan moral “panca cinta”.sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip:
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
2) Perkembangan kecerdasan,
3) Perkembangan emosional – artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan,
5) Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
a. Cinta nusa dan bangsa
b. Cinta ilmu pengetahuan
c. Cinta kerja dan rakyat yang bekerja
d. Cinta perdmaian dn persahabatan antar bangsa-bangsa
e. Cinta orang tua
Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidik. Dilinkungan Departemen PP & K, polemic itu makin meruncing ketika dalam Rapat Dinas tanggal 23 Juli 1964 Mentri PP & K, Prof. Dr. Prijono (1957-1966) memancing kembali suasana polemic tersebut. Akibatnya, Pembantu mentri, Tartib Prawirodiharjo, meninggalkan rapat karena dituduh mengkhianati Mentrinya.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
3. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI
Periode th. 1966-1972merupakan masa perjuangan untuk turut menegakka Orde Baru, penataan kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola embangunan nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang. Dipenuhi dengan jalan kaderisasi, pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di Bandung, Yogyakarta, dan Pandaan, Jawa Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dakam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E. Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai pengembangan dari MPBI lahirlah FBSI.
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
2) Anggota FBSI harus buruh swasta
3) FBSI berprinsip “trade unionisme”
4) FBSI berada di bawah pembinaan Departemen Tenaga Kerja.
4. Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
PGRI tidak luput dari ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober 1959),infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di Jakarta(November 1962).
Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI.”kawan”adalah semua golongan pancasilaisanti PKI yang Dalam Pendidikan mengamankan Pancasila,dan “Lawan”adalah PKI yang berusaha memnaksakan pendidikan.”pancacinta”dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasilais d.PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an untuk memisahkan dari PGRI.
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini
Sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.

PGRI pada masa demokrasi liberal.

PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
1. Kongkres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
2. Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950
Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
3. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
4. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B Candi Semarang. Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
5. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956
Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:
1) Kunjungan kecabang-cabang
2) Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3) Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.
Pokok-pokok bahasan:
a) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
b) Perlu adanya Indonesianisasi
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar

SEJARAH PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

Logo PGRI
A. Gerakan Guru pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Semanat nasionalisme sudah lama tumbuh di kalangan guru semenjak lahirnya kesadaran berorganisasi, kesadaran perjuangan nasional, kesadaran untuk menuntutpersamaan hak dan posisi dengan pihak belanda.
Usaha perjuangan nasib dan posisi guru berjalan terus. Hasilnya antara lain adalah kepala HIS yang dahuli selalu dipegang oleh orang belanda, satu persatu pindah ke tangan bangsa indonesia. Perjuangan ini akhirnya memuncak pada kesadaran dan cita – cita kemerdekaan bukan sekedar nasib belaka.
Pada tahun 1032 nama PGHB diganti dengan PGI (Persatuan Guru Indonesia). Pergantian nam “Hindia Belanda” dengan “indonesia”Dalam nama organisasi ini mengejutkan Belanda,karena nama Indonesia termasuk yang paling tidak desenangi oleh penjajah Belanda karena mencerminkan tumbuhnya semangat Nasionalisme.
Perang dunia 2 pecah pada tahun 1939. Setahun kemudian, negri Belanda diduduki tentara Jepang. Pada tahun 1941 semua guru laki-laki Belanda ditugaskan menjadi milisi, untuk mengatasi kekurangan guru di Indonesia. Pada zaman kedudukan Jepang keadaan berubah segala organisasi dilarang, sekolah ditutup. Segala kegiatan pendidikan dan politik membeku. Barulah menjelang Jepang takluk kepada tentara sekutu, sekolah dibuka kembali.

B. Lahirnya PGRI Tanggal 25 November 1945
Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang kemerdekaan.pendiri Republik ini dan juga para guru pada kurun waktu pasca tahun 1945.
Semangat proklamasi itulah yang menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa pada tanggal 24-25 November 1945 bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta, Jawa Tengah. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia. Pendiri PGRI adalah Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tujuan:
a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengaajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang memiliki sifat dan semangat yang sama dengan “ ibu Kandungnya”,yaitu semangat persatuan dan kesatuan ,pengorbanan dan kepahlawanan untuk tentang penjajah. PGRI merupakan organisasi pelopor dan pejuang karena itu para pendiri PGRI mengangkat semangat persatuan dan kesatuan, tujuannya yaitu fungsi anggota PGRI sebagai pendidik bangsa bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dari segi pendidikan.
C. PGRI pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)
PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat dari tujuannya, sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia secara keseluruhan. Para guru diIndonesia menginginkan kebebasan dan kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan membela serta memperjangkan kesejahtraan anggotanya.
Agar perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Bangsa Belanda lebih terorganisasi pemerintah pusat pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi keamanan Rakyat dari provokasi dan Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945 Panglima Besarnya Kolonel Soedirman dengan Pangkat Jendral.
1. Kongkres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.
2. Kongkres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948
Kongkres yang diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.
Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.
A.    Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Belanda Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Bentuk-Bentuk Sekolah
Pada masa penjajahan guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa indonesia. Semangat kebangsaan Indonesia tercermin dan terpatri dari guru pada  masa penjajahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari lahirnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman belanda pada tahun 1912 dengan nama persatuan guru hindia  belanda. Organisasi ini merupakan  dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Dengan semangat  perjuangan dan kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan pihak belanda. Sebagai salah satu bukti dari perjuangan ini adalah kepala HIS yang sebelumya selalu dijabat oleh orang belanda, bergeser ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan guru terus bergelora dan memuncak serta mengalami pergeseran cita-cita perjuangan yang lebih hakiki lagi, yaitu Indonesia merdeka.
Pada tahun 1932 persatuan guru hindia belanda (PGHB) berubah menjadi persatuan guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini suatu langka berani penuh risiko, karena mengusung nama “Indonesia” di mana belanda tidak suka dengan kata tersebut yang dianggap mengorbangkan semangat nasionalisme yang tinggi serta dorongan untuk hidup merdeka menjadikan organisasi ini tetap eksis sampai pemerintahan kolonial belanda berakhir.
Dari penjelasan diatas dapat dikatsakan bahwa perang guru pada masa penjajahan  sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam membangkitkan semangat kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Dengan peran guru sebagai pengajar dan pendidik yang berhadapan langsung dengan para siswa, maka guru bisa secara langsung menanamkan jiwa nasionalisme dan menekankan arti penting sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Pada zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi golongan tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool) untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School) untuk rakyat biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya adalah tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool (KS), Hongere Kweekschool (HKS) dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut mendapat gaji yang berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk mempengaruhi golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan hanya dalam pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Secara umum sistem pendidikan khususnya macam-macam persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu :
1.      Pendidikan rendah (Lager Onderwijs)
Pendidikan rendah atau bisa disebut sekolah dasar, di bagi menjadi 2 yaitu:
Sekolah kelas 1 untuk anak priyayi (bangsawan) dan anak pemerintah belanda
Sekolah kelas 2 untuk anak rakyat jelata (rakyat indonesia)
2.      Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
a.           MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang  pertama didirikan pada tahun 1914.
b.           AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915.
c.           HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, Didirikan pada tahun 1860.
3.   Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah kejuruan yang ada  adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.
b.       Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.
c.       Sekolah teknik (Technish Onderwijs.
d.       Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs).
e.       Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs).
f.        Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
g.       Pendidikan Rumah Tangga (Huishoudschool).
h.       Pendidikan keguruan (Kweekschool).
4.  Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena terdesak oleh tenaga ahli, maka didirikanlah:
a.    Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
b.    Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
c.    Pendidikan tinggi kedokteran.
B.     Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan Jepang Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Sekolah
Bulan Februari 1942 bala tentara Jepang menduduki Indonesia. Pemerintah tentara pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan Inggris. Diperintahkannya agar disamping bahasa resmi di sekolah-sekolah dan bahasa jepang dipelajari dan diajarkan juga. Akan tetapi semua perkumpulan atau perserikatan dilarang, Termasuk PGI. Sejak itu sekolah-sekolah ditutup. Namun, Setelah banyak kejadian berlalu. Akhirnya sekolah-sekolah yang sudah lama ditutup dibuka kembali. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang diganti dengan pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Untuk bahasa Indonesia dipakai sebgai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Sekolah Dasar diberi nama “Syo Gakko”, Sekolah Menengah “Cu Gakkoo” dan Sekolah Tinggi “Dai Gakkoo”.
Bulan September 1942 pemerintah Jepang mulai membuka sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan seperti “Sihan Gakkoo” (Sekolah Guru),“Kasei Jo Gakkoo” (Sekolah Kepandaian Puteri) dan lain-lain. Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan yang tetap bekerja dibawah pemerintahan Jepang. Orang-orang Jepang mempercayai bahwa sumber kemajuan dan kekuatan suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan itu perlu untuk kebangunan dan pembangunan bangsa. Pendidikan yang baik dilahirkan dari guru yang baik pula. Orang jepang sangat menghormati guru. Guru dan dokter mendapat panggilan kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau yang dahulu selaki hidup (orang yang tertua).
Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah guru dinamai “Sihan Gakkoo”.
Berikut ini adalah kebijakan pemerintahan Jepang terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a.   Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda;
b.   Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a.   Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b.   Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
c.   Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
d.   Pendidikan Tinggi.
C.    Lahirnya PGRI Dan Kongres PGRI
PGRI lahir tanggal 25 November 1945, hanya berselelang tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Semangat dan suasana batin perjuangan kemerdekaan Indonesia turut membidani lahirnya PGRI. Pada perkembangan selanjutnya semangat kemerdekaan itu senantiasa mewarnai perjuangan PGRI. Bertempat disekolah Guru Putri(SGP) Surakarta diselenggrakan Kongres I PGRI dari tanggal 24-25 November 1945. Pada konngres itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana persatuan dan kesatuan segenap guru di seluruh Indonesia. Pendirinya antara lain : Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono.
Dengan kongres guru Indonesia, maka semua guru di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah atau persatuan guru repuplik Indonesia (PGRI). Kini tidak ada lagi sekat-sekat guru karena perbedaan latar belakang guru. Melalui organisasi PGRI, siap berjuang untuk menggangkat harkat dan martabat guru, sekaligu harkat dan martabat bangsa indonesia.
PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerja terus mengalami dinamika, baik yang disebabkan faktor eksternal, faktor internal terus muncul seiring dengan tuntutan perbaikan nasip guru yang diakui masih sangat rendah. Bahwa guru sering diindentikkan dengan umar bakri yang oleh penyanyi iwan fals digambarkan sebagai sosok guru yang serba minim kehidupannya dengan sepeda kumbangnya. Sementara itu, faktor eksternal, terutama dinamika social politik nasional juga ikut mewarnai perjalanan organisasi PGRI. Kadang pengaruh itu positif, tetapi tidak jarang kadang negative yang menyeret organisasi PGRI ke hal-hal kurang menguntungkan.
Sejarah pertumbuhan PGRI dari masa ke masa dapat di lacak dari hasil-hasil kongres yang satu ke kongras berikutnya. Akan tampak bahwa PGRI sangat lekat dengan situasi kehidupan politik pada zamanya, bahkan dapat di katakan bahwa sejarah pertumbuhan PGRI tidak ubahnya dengan sejarah” politik bangsa”.
1.      Kongres PGRI ke-1
Kongres I PGRI di laksanakan di Surakarta ( Solo ) , jawa Tengah pada Tanggal 23-25 November 1945, yang menghasilkan:
a.       Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
b.      Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran.
c.       Membela hak dan nasib buruh umumnya dan guru khususnya.
2.      Kongres PGRI ke-2
Kongres ke II PGRI di adakan di Surakarta ( solo ) Jawa Tengah pada Tanggal  21-23 Desember 1946, yang menghasilkan :
a.       System pendidikan selekasnya didasarkan atas kepentingan nasional.
b.      Gaji guru supaya tidak berhenti pada satu kolom.
c.       Diadakannya UU pokok pendidikan dan UU pokok perburuhan.
3.      Kongres PGRI ke-3
Kongres ke III PGRI di adakan di Madiun Jawa Timur pada Tanggal 27-29 Februari 1948, menghasilkan :
a.       Mulai terbir majalah PGPI (Guru sarana kemudian berubah menjadi Suara Guru).
b.      Bapak RH. Koesnan (Ketua BPPGRI) diangkat menjadi Menteri Perburuhan.
c.       Mulai mengadakan hubungan dengan Persatuan Guru Internasional.
4.      Kongres PGRI ke-4
Kongres ke IV yang berlangsung di Yogyakarta 26-28 februari 1950 ini,   menyatakan :
a.       PGRI yang sempat “disintegrasi” akibat terbentuknya Negara RIS menyatakan bersatu kembali dalam wadah PGRI (maklumatnya persatuan PGRI)
b.      PGRI yang telah bersatu kembali, tetap AD/ART ke 1 dari kongres PGRI 1
5.      Kongres PGRI ke-5
Diadakan di Bandung pada tanggal 19-24 Desember 1950, menghasilkan :
a.       PGRI menetapkan memilih asas Pancasila.
b.      Pendidikan Agama di sekolah mulai dibicarakan.
6.      Kongres PGRI ke-6
Kongres PGRI ke-6 diadakan di Malang pada tanggal 24-30 November 1952
a.       Membangun rakyat dari kegelapan, sebagai penyuluh dan pembimbing bangsa.
b.      Insyaf akan kewajibannya, mendidik dan mengajar para putra-putri bangsa.
c.       Membangun jiwa sebagai kekuatan Negara.
D.    Peranan PGRI dimasa 1945-1950 (Pergerakan Kemerdekaan)
Pada tahun ini perjuangan PGRI dititik beratkan melawan NICA-Belanda guna menyelamatkan perang kemerdekaan. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dimulai dengan peralihan pendidikan yang bersifat kolonial  ke pendidikan nasional.pada tahun 1948 PGRI mulai menerbitkan majalah GURU SASANA, yang kemudian diganti majalah SUARA GURU sampai sekarang. Dalam hubungannya dengan luar negeri, mulai 1948 dirintis menjalin kerjasama/ hubungan dengan National Education Association (NEA). PGRI juga mendapat undangan kongres WCOT P (World Confideration of Organization of the Teaching Profession)  yang kedua di London pada bulan Juli 1948.
Akhirnya Belanda mulai tanggal 1 Januari 1950 mengakui kedaulatan RI dan sejak itulah organisasi PGRI mulai ditata kembali organisasinya. Persatuan Guru Indonesia (PGI) di Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur dapat disatukan bergabung dengan PGRI. Pada tahun 1950 terjadi 2 kongres PGRI yaitu kongres IV di Yogyakarta (Februari 1950) dan yang kedua kongres V (Desember 1950) di Bandung dalam usaha penataan kembali organisasi. Tahun 1950 merupakan tahun persatuan karena akhirnya kongres itu membuat suatu “maklumat persatuan”.