Jumat, 04 Oktober 2013

PGRI pada masa demokrasi liberal.

PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
1. Kongkres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
2. Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950
Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
3. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
4. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B Candi Semarang. Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
5. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956
Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:
1) Kunjungan kecabang-cabang
2) Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3) Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.
Pokok-pokok bahasan:
a) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
b) Perlu adanya Indonesianisasi
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar

1 komentar:

  1. Seneng liat pak sukarna prawira disebut ..kakek yg blm pernah saya lihat...

    BalasHapus