PGRI sejak lahirnya orde baru
1. Kesatuan aksi guru Indonesia KAGI
Peristiwa G30S/PKI merupakan puncak dari apa sebelumnya berlangsung
dalam tubuh PGRI,yaitu perebutan pengaruh anti PKI dan pro PKI,infil
Trasi dan fitnah Pro PKI berdirinya PGRI non-vaksentral dll.
Bersama para pelajar,mahasiswa,sarjana,dll,para guru anggota PGRI turun
kejalan dengan meneriakan tritura (tri tuntunan rakyat) yakni :”bubarkan
PKI,ritul 100 mentri,danturunkan harga-harga!”. Mereka membentuk
kesatuan” aksi misal’a KAMI,KASI,sedangkan para guru” membentuk KAGI
pada tanggal 2 februari 1966.
Perlu ditambahkan bahwa KAGI pada mulanya terbentuk dijakarta raya dan
jawa barat, kemudian berturut” terbentuk KAGI di wilayah lainnya.
Tugas Utama KAGI adalah A.Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari
unsure” PKI “dan orde lama.B. menyatukan semua guru d.dalam organisasi
guru yaitu PGRI.c. memperjuangkan agar PGRI menjadi organi sasi guru
yang tidah hanya bersifat unotalistik tetapi juga independen dan non
partai politik.
Bukti keberasilan kekuatan orde baru dalam kongres ini terlihat dari
hasil” kongres di bidang unsure atau politik atau PB PGRI masa bakti XI
adapun hasil” kongres XI adalah
• Menjunjung tinggi HAM
• PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR atau MPRS
• Frontnasional di bubarkan
• PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat UNITARISTIK,INDEPENDEN dan NON partai politik
• DLL.
Selanjutnya,hasil XI PGRI di bidang organisasi :
• INTENSIFIKASI penerangan tentang kegiatan organisasi melalui pers,Radio,TV dan Majalah Suara Guru.
• Pendidikan kader organisasi secara teratur dan terencana
• PGRI menjadi anggota WCOTP
• Dll.
2. Konsulidasi organisasi pada awal orde baru
Menarik juga untuk di simak kembali seri tulisan harian kompas tahun
1967 yang berjudul PORAK PORANDANYA KERETA PGRI DI JAWA TENGAN tulisan
ini merupakan “serangn” kepada PB PGRI masa perserikatan (kongres XI).
Pembentukan kaki d.jawa timur dan jawa tengah, antara lain untuk
menyelamatkan PGRI dari kemelut politik pada saat itu hasilnya
adalahkonferda PGRI di ke 2 daerah tersebut berhasil memilih pengurus
daerah PGRI yang baru.
Pada tahun 1969 atas perdesakan nasib guru yang d.bentuk
PGRI,pemerintang setuju untuk mencairkan tunjangan kelebihan mengajar
bagi guru” SD di seluruh Indonesia
Hubungan PGRI dengan organisasi guru mulai di rintis kembali.Pada bulan
juli 1966 secara resmi diterima menjadi anggota WCOTP dalam kongres guru
se Dunia soel di Korea selatan.SEtelah itu,PGRI d.undang untuk
mengikuti tradeunionleader course di negeri belanda selama 4
bulan,kursus di adakan 2 angkatan :
Angkatan 1 pada tahun 1969 dan angkatan 2 1970.
3. Arti Lambing PGRI
• Bentuk cakra atau lingkaran melambangkan cita – cita luhur dan daya upaya manaikan pengapdian yang terus menerus
• Ukuran,corak dan warna : bidang bagian pinggir rulingkara berwarna
merah melambangkan pengabdian yang d.landasi kemurnian dan keberanian
bagi kepentingan rakyat.Warna petih dengan tulisan persatuan guru
republic Indonesia melambangkan paduan warna pinggir merah pitih
melambangkan pengabdian pada Negara,bangsa dan tanah air Indonesia.
• Suluh berdiri tegak bercorak 4 garis tegak dan datar berwarna kuning
melambangkan fungsi guru (pada penddidkan pra sekolah,dasar,menengah dan
perguruan tinggi)dengan hakikat tugas pengabdian guru sebagai
pendidikan yang besar dan luhur.
• Nyala api dengan 5 sinar waena merah melambangkan arti ideologi dan
arti teknis yakni sasaran budi pekerti,cipta,rasa,karsa,dan karya
generasi.
• 4 buku mengapit suluh dengan posisi 2 datar dan 2 tengak (
simetris)dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmu yang
menyangkut nilai” moral,pengetahuan,keterampilan,dan akhlak bagi
tingkatan lembaga” pendidikan,pra sekolah,dasar,menengah, dan tinggi.
• Warna dasar tengah hijau melambangkan kemakmuran.
Arti keseluruhan :
Guru Indonesia dengan itikad dan kesadaran yang murni dengan segala
keberanian,keluhuran jiwa dan kasih sayang senan tiasa menunaikan darma
baktinya kepada Negara,tanah air dan bangsa Indonesia dalam budi pekerti
cinta,rasa,karsa,dan karya generasi bangsa menjadi manusia pancasila
yang memiliki moral,pengetahuan,keterampilan dan akhlak yang tinggi.
Pwnggunaan :
1. Sebagai lambang atau lencana
2. Sebagai panji resmi dalam upacara dan panji hiasan
3. Di pancangkan mendampingi bendera nasional merah putih dalam upacara/pertemuan organisasi oleh PGRI.
4. Berdirinya YPLP-PGRI dan wisma guru kongres XIV PGRI th. 26-29 Juni
di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai
wisma guru.
Untuk melaksanakan keputusan kongres BP PGRI membentuk YPLP-PGRI
dengan akta notaries Moh.Ali No. 21 tgl. 31 maret 1980 yang berlaku
sejak tgl. 1 Januari 1980. Yaitu melakukan pembinaan , pengelolaan , dan
penggembangan lembaga pendidikan PGRI di seluruh Indonesia dan
bertanggung jawab langsung kepada PB PGRI
Hikmah dan manfaat dari yang diambil dari ketetapan PGRI sebagai organisasi profesi adalah,
1) Medan perjuangan, pengbdiaan dan kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan dan dimantapkan
2) Upaya peningkatan mtu profesionalisme para anggota PGRI.
3) Dapat dipupuk rasa kesatuan dan kesatuan yang makin kokoh.
Refeleksi tentang masa depan PGRI
Apa bila kita dengan sadar dan sengaja menyediakan waktu untuk meneliti
kembali secara cermat gagasan”, pola tindakan dan prestasi PGRI sejak
awal berdirinya sampai sekarang maka kita temukan kembali bahwa pada
hakikatnya PGRI adalah sebuah organisasi propesi pendidik dan pada
umumnya dan para guru pada khususnya .berdasarkan pengamatan
ertahun”,tampak jelas bahwa PGRI seperti organisasi yang lainnya
mempunyai pengalaman yang penting dalam rangka mensukseskan strategi
yang bersifat kuantitatif,dalam arti menggalang masa secara
politis,terutama waktu menjelang pemilu.
Masa depan menuntut semakin tingginya kualitas dari pada kuantitas (jumlah anggota).
PGRI sangat berpengalaman dalam melayani para anggota’a yang sebagian
besar guru SD; sementara peningkatan kualitas propesi di perlukan oleh
para guru para semua jenis dan jenjang pendidikan untuk itu,PGRI di
tuntut untuk lebih akrab dengan berbagai permasalahan yang di hadapi
oleh para guru sekolah menengah,dan bahkan para dosen di petrguruan
tinggi.
Jumat, 04 Oktober 2013
PGRI pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959,soebandri dkk.Melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.
Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
2) Perkembangan kecerdasan,
3) Perkembangan emosional – artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan,
5) Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
a. Cinta nusa dan bangsa
b. Cinta ilmu pengetahuan
c. Cinta kerja dan rakyat yang bekerja
d. Cinta perdmaian dn persahabatan antar bangsa-bangsa
e. Cinta orang tua
Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidik. Dilinkungan Departemen PP & K, polemic itu makin meruncing ketika dalam Rapat Dinas tanggal 23 Juli 1964 Mentri PP & K, Prof. Dr. Prijono (1957-1966) memancing kembali suasana polemic tersebut. Akibatnya, Pembantu mentri, Tartib Prawirodiharjo, meninggalkan rapat karena dituduh mengkhianati Mentrinya.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dakam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E. Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai pengembangan dari MPBI lahirlah FBSI.
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
2) Anggota FBSI harus buruh swasta
3) FBSI berprinsip “trade unionisme”
4) FBSI berada di bawah pembinaan Departemen Tenaga Kerja.
Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI.”kawan”adalah semua golongan pancasilaisanti PKI yang Dalam Pendidikan mengamankan Pancasila,dan “Lawan”adalah PKI yang berusaha memnaksakan pendidikan.”pancacinta”dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasilais d.PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an untuk memisahkan dari PGRI.
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini
Sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959,soebandri dkk.Melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.
1. Lahirnya PGRI Non-Yaksentral/PKIPeriode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih”machsovorming en machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).
Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.
2. Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan moral “panca cinta”.sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip:
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
2) Perkembangan kecerdasan,
3) Perkembangan emosional – artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan,
5) Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
a. Cinta nusa dan bangsa
b. Cinta ilmu pengetahuan
c. Cinta kerja dan rakyat yang bekerja
d. Cinta perdmaian dn persahabatan antar bangsa-bangsa
e. Cinta orang tua
Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidik. Dilinkungan Departemen PP & K, polemic itu makin meruncing ketika dalam Rapat Dinas tanggal 23 Juli 1964 Mentri PP & K, Prof. Dr. Prijono (1957-1966) memancing kembali suasana polemic tersebut. Akibatnya, Pembantu mentri, Tartib Prawirodiharjo, meninggalkan rapat karena dituduh mengkhianati Mentrinya.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
3. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKIPeriode th. 1966-1972merupakan masa perjuangan untuk turut menegakka Orde Baru, penataan kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola embangunan nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang. Dipenuhi dengan jalan kaderisasi, pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di Bandung, Yogyakarta, dan Pandaan, Jawa Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dakam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E. Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai pengembangan dari MPBI lahirlah FBSI.
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
2) Anggota FBSI harus buruh swasta
3) FBSI berprinsip “trade unionisme”
4) FBSI berada di bawah pembinaan Departemen Tenaga Kerja.
4. Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKIPGRI tidak luput dari ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober 1959),infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di Jakarta(November 1962).
Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI.”kawan”adalah semua golongan pancasilaisanti PKI yang Dalam Pendidikan mengamankan Pancasila,dan “Lawan”adalah PKI yang berusaha memnaksakan pendidikan.”pancacinta”dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasilais d.PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an untuk memisahkan dari PGRI.
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini
Sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
PGRI pada masa demokrasi liberal.
PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:
1) Kunjungan kecabang-cabang
2) Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3) Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.
Pokok-pokok bahasan:
a) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
b) Perlu adanya Indonesianisasi
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
1. Kongkres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
2. Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
3. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
4. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B Candi Semarang. Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
5. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:
1) Kunjungan kecabang-cabang
2) Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3) Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.
Pokok-pokok bahasan:
a) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
b) Perlu adanya Indonesianisasi
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
SEJARAH PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
Posted on by sigitajiputra
A. Gerakan Guru pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Semanat nasionalisme sudah lama tumbuh di kalangan guru semenjak lahirnya kesadaran berorganisasi, kesadaran perjuangan nasional, kesadaran untuk menuntutpersamaan hak dan posisi dengan pihak belanda.
Usaha perjuangan nasib dan posisi guru berjalan terus. Hasilnya antara lain adalah kepala HIS yang dahuli selalu dipegang oleh orang belanda, satu persatu pindah ke tangan bangsa indonesia. Perjuangan ini akhirnya memuncak pada kesadaran dan cita – cita kemerdekaan bukan sekedar nasib belaka.
Pada tahun 1032 nama PGHB diganti dengan PGI (Persatuan Guru Indonesia). Pergantian nam “Hindia Belanda” dengan “indonesia”Dalam nama organisasi ini mengejutkan Belanda,karena nama Indonesia termasuk yang paling tidak desenangi oleh penjajah Belanda karena mencerminkan tumbuhnya semangat Nasionalisme.
Perang dunia 2 pecah pada tahun 1939. Setahun kemudian, negri Belanda diduduki tentara Jepang. Pada tahun 1941 semua guru laki-laki Belanda ditugaskan menjadi milisi, untuk mengatasi kekurangan guru di Indonesia. Pada zaman kedudukan Jepang keadaan berubah segala organisasi dilarang, sekolah ditutup. Segala kegiatan pendidikan dan politik membeku. Barulah menjelang Jepang takluk kepada tentara sekutu, sekolah dibuka kembali.
B. Lahirnya PGRI Tanggal 25 November 1945
Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang kemerdekaan.pendiri Republik ini dan juga para guru pada kurun waktu pasca tahun 1945.
Semangat proklamasi itulah yang menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa pada tanggal 24-25 November 1945 bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta, Jawa Tengah. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia. Pendiri PGRI adalah Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tujuan:
a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengaajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang memiliki sifat dan semangat yang sama dengan “ ibu Kandungnya”,yaitu semangat persatuan dan kesatuan ,pengorbanan dan kepahlawanan untuk tentang penjajah. PGRI merupakan organisasi pelopor dan pejuang karena itu para pendiri PGRI mengangkat semangat persatuan dan kesatuan, tujuannya yaitu fungsi anggota PGRI sebagai pendidik bangsa bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dari segi pendidikan.
C. PGRI pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)
PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat dari tujuannya, sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia secara keseluruhan. Para guru diIndonesia menginginkan kebebasan dan kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan membela serta memperjangkan kesejahtraan anggotanya.
Agar perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Bangsa Belanda lebih terorganisasi pemerintah pusat pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi keamanan Rakyat dari provokasi dan Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945 Panglima Besarnya Kolonel Soedirman dengan Pangkat Jendral.
1. Kongkres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.
2. Kongkres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948
Kongkres yang diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.
Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.
A. Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan
Belanda Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Bentuk-Bentuk Sekolah
Pada masa penjajahan guru tampil dan
ikut mewarnai perjuangan bangsa indonesia. Semangat kebangsaan Indonesia
tercermin dan terpatri dari guru pada masa penjajahan tersebut. Hal ini
dapat kita lihat dari lahirnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada
zaman belanda pada tahun 1912 dengan nama persatuan guru hindia belanda.
Organisasi ini merupakan dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan
pemilik sekolah.
Dengan semangat perjuangan dan
kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi menuntut persamaan hak dan
kedudukan dengan pihak belanda. Sebagai salah satu bukti dari perjuangan ini
adalah kepala HIS yang sebelumya selalu dijabat oleh orang belanda, bergeser ke
tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan guru terus bergelora dan memuncak
serta mengalami pergeseran cita-cita perjuangan yang lebih hakiki lagi, yaitu
Indonesia merdeka.
Pada tahun 1932 persatuan guru
hindia belanda (PGHB) berubah menjadi persatuan guru Indonesia (PGI). Perubahan
nama ini suatu langka berani penuh risiko, karena mengusung nama “Indonesia” di
mana belanda tidak suka dengan kata tersebut yang dianggap mengorbangkan
semangat nasionalisme yang tinggi serta dorongan untuk hidup merdeka menjadikan
organisasi ini tetap eksis sampai pemerintahan kolonial belanda berakhir.
Dari
penjelasan diatas dapat dikatsakan bahwa perang guru pada masa penjajahan
sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam membangkitkan
semangat kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Dengan peran guru
sebagai pengajar dan pendidik yang berhadapan langsung dengan para siswa, maka
guru bisa secara langsung menanamkan jiwa nasionalisme dan menekankan arti
penting sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Pada
zaman Belanda, terdapat bermacam-macam sekolah diperuntukan bagi golongan
tertentu. Umumnya sekolah desa atau sekolah rakyat (Volksschool) untuk masyarakat desa, sekolah dasar Angka II ( Tweede Inlandse School) untuk rakyat
biasa di kota-kota. Dan sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak
priyai.atau anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Guru-gurunya adalah
tamatan bermacam-macam sekolah guru, seperti Normalschool (NS), Kweekschool
(KS), Hongere Kweekschool (HKS)
dan banyak lagi. Dan setiap golongan guru tersebut mendapat gaji yang
berbeda-beda pula. Hal ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk mempengaruhi
golongan guru dan memecah belah penduduk Indonesia, bukan hanya dalam
pendidikan, namun juga dalam kehidupan social-ekonomi.
Secara
umum sistem pendidikan khususnya macam-macam persekolahan didasarkan kepada
golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan
menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu, yaitu :
1. Pendidikan rendah (Lager Onderwijs)
Pendidikan rendah atau bisa disebut sekolah dasar, di bagi menjadi 2 yaitu:
Sekolah kelas 1 untuk anak priyayi (bangsawan) dan anak pemerintah belanda
Sekolah kelas 2 untuk anak rakyat jelata (rakyat indonesia)
2. Pendidikan lanjutan = Pendidikan
Menengah
a.
MULO
(Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari
sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga
sampai empat tahun. Yang pertama didirikan pada tahun 1914.
b.
AMS
(Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO
berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama
belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915.
c.
HBS
(Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah
menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, Didirikan
pada tahun 1860.
3. Pendidikan
Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika
pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis
sekolah kejuruan yang ada adalah sebagai berikut:
a. Sekolah pertukangan (Amachts
leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.
b. Sekolah pertukangan (Ambachtsschool)
adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.
c. Sekolah teknik (Technish Onderwijs.
d. Pendidikan Dagang (Handels
Onderwijs).
e. Pendidikan pertanian (landbouw
Onderwijs).
f. Pendidikan kejuruan kewanitaan
(Meisjes Vakonderwijs).
g. Pendidikan Rumah Tangga
(Huishoudschool).
h. Pendidikan keguruan (Kweekschool).
4. Pendidikan Tinggi (Hooger
Onderwijs)
Karena terdesak oleh tenaga ahli,
maka didirikanlah:
a. Sekolah
Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
b. Sekolah
Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
c. Pendidikan
tinggi kedokteran.
B.
Perjuangan Guru Dimasa Penjajahan
Jepang Dan Keadaan Pendidikan, Guru dan Sekolah
Bulan Februari 1942 bala tentara Jepang menduduki Indonesia.
Pemerintah tentara pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan
Inggris. Diperintahkannya agar disamping bahasa resmi di sekolah-sekolah dan
bahasa jepang dipelajari dan diajarkan juga. Akan tetapi semua perkumpulan atau
perserikatan dilarang, Termasuk PGI. Sejak itu sekolah-sekolah ditutup. Namun,
Setelah banyak kejadian berlalu. Akhirnya sekolah-sekolah yang sudah lama
ditutup dibuka kembali. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang diganti dengan
pelajaran bahasa Nippon dengan huruf katakana dan kanji. Untuk bahasa Indonesia
dipakai sebgai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Sekolah Dasar diberi nama
“Syo Gakko”, Sekolah Menengah “Cu Gakkoo” dan Sekolah Tinggi “Dai Gakkoo”.
Bulan September 1942 pemerintah Jepang mulai membuka
sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan seperti
“Sihan Gakkoo” (Sekolah Guru),“Kasei Jo Gakkoo” (Sekolah Kepandaian Puteri) dan
lain-lain. Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan yang tetap bekerja
dibawah pemerintahan Jepang. Orang-orang Jepang mempercayai bahwa sumber
kemajuan dan kekuatan suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan itu perlu
untuk kebangunan dan pembangunan bangsa. Pendidikan yang baik dilahirkan dari
guru yang baik pula. Orang jepang sangat menghormati guru. Guru dan dokter
mendapat panggilan kehormatan “Sensei” yang berarti “Mula-mula hidup” atau yang
dahulu selaki hidup (orang yang tertua).
Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah guru dinamai “Sihan Gakkoo”.
Untuk mendidik guru yang baik didirikanlah sekolah guru dinamai “Sihan Gakkoo”.
Berikut
ini adalah kebijakan
pemerintahan Jepang terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama
bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a. Dijadikannya
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa
Belanda;
b. Adanya integrasi
sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas
sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa
pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a. Pendidikan Dasar
(Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun
bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b. Pendidikan
Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama
studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama
studi 3 tahun.
c. Pendidikan
Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang
pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
d. Pendidikan Tinggi.
C.
Lahirnya PGRI Dan Kongres PGRI
PGRI lahir tanggal 25 November 1945, hanya
berselelang tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Semangat
dan suasana batin perjuangan kemerdekaan Indonesia turut membidani lahirnya
PGRI. Pada perkembangan selanjutnya semangat kemerdekaan itu senantiasa
mewarnai perjuangan PGRI. Bertempat disekolah Guru Putri(SGP) Surakarta
diselenggrakan Kongres I PGRI dari tanggal 24-25 November 1945. Pada konngres
itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana persatuan dan kesatuan segenap
guru di seluruh Indonesia. Pendirinya antara lain : Rh. Koesnan, Amin Singgih,
Ali marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan
Soetono.
Dengan kongres guru Indonesia, maka
semua guru di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah atau persatuan
guru repuplik Indonesia (PGRI). Kini tidak ada lagi sekat-sekat guru karena
perbedaan latar belakang guru. Melalui organisasi PGRI, siap berjuang untuk
menggangkat harkat dan martabat guru, sekaligu harkat dan martabat bangsa
indonesia.
PGRI sebagai organisasi perjuangan,
organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerja terus mengalami dinamika, baik
yang disebabkan faktor eksternal, faktor internal terus muncul seiring dengan
tuntutan perbaikan nasip guru yang diakui masih sangat rendah. Bahwa guru
sering diindentikkan dengan umar bakri yang oleh penyanyi iwan fals digambarkan
sebagai sosok guru yang serba minim kehidupannya dengan sepeda kumbangnya.
Sementara itu, faktor eksternal, terutama dinamika social politik nasional juga
ikut mewarnai perjalanan organisasi PGRI. Kadang pengaruh itu positif, tetapi
tidak jarang kadang negative yang menyeret organisasi PGRI ke hal-hal kurang
menguntungkan.
Sejarah
pertumbuhan PGRI dari masa ke masa dapat di lacak dari hasil-hasil kongres yang
satu ke kongras berikutnya. Akan tampak bahwa PGRI sangat lekat dengan situasi
kehidupan politik pada zamanya, bahkan dapat di katakan bahwa sejarah
pertumbuhan PGRI tidak ubahnya dengan sejarah” politik bangsa”.
Kongres I PGRI di laksanakan di
Surakarta ( Solo ) , jawa Tengah pada Tanggal 23-25 November 1945, yang
menghasilkan:
a. Mempertahankan dan menyempurnakan
Republik Indonesia.
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan
pengajaran.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya
dan guru khususnya.
2.
Kongres
PGRI ke-2
Kongres ke II PGRI di adakan di
Surakarta ( solo ) Jawa Tengah pada Tanggal 21-23 Desember 1946, yang
menghasilkan :
a. System
pendidikan selekasnya didasarkan atas kepentingan nasional.
b. Gaji
guru supaya tidak berhenti pada satu kolom.
c. Diadakannya
UU pokok pendidikan dan UU pokok perburuhan.
3.
Kongres PGRI ke-3
Kongres ke III PGRI di adakan di
Madiun Jawa Timur pada Tanggal 27-29 Februari 1948, menghasilkan :
a. Mulai
terbir majalah PGPI (Guru sarana kemudian berubah menjadi Suara Guru).
b. Bapak
RH. Koesnan (Ketua BPPGRI) diangkat menjadi Menteri Perburuhan.
c. Mulai
mengadakan hubungan dengan Persatuan Guru Internasional.
4.
Kongres
PGRI ke-4
Kongres ke IV yang berlangsung di
Yogyakarta 26-28 februari 1950 ini, menyatakan
:
a. PGRI
yang sempat “disintegrasi” akibat terbentuknya Negara RIS menyatakan bersatu
kembali dalam wadah PGRI (maklumatnya persatuan PGRI)
b. PGRI
yang telah bersatu kembali, tetap AD/ART ke 1 dari kongres PGRI 1
5.
Kongres PGRI ke-5
Diadakan di Bandung pada tanggal
19-24 Desember 1950, menghasilkan :
a. PGRI
menetapkan memilih asas Pancasila.
b. Pendidikan
Agama di sekolah mulai dibicarakan.
6.
Kongres
PGRI ke-6
Kongres
PGRI ke-6 diadakan di Malang pada tanggal 24-30 November 1952
a. Membangun
rakyat dari kegelapan, sebagai penyuluh dan pembimbing bangsa.
b. Insyaf
akan kewajibannya, mendidik dan mengajar para putra-putri bangsa.
c. Membangun
jiwa sebagai kekuatan Negara.
D. Peranan
PGRI dimasa 1945-1950 (Pergerakan Kemerdekaan)
Pada tahun ini perjuangan PGRI
dititik beratkan melawan NICA-Belanda guna menyelamatkan perang kemerdekaan.
Dalam usaha meningkatkan pendidikan dimulai dengan peralihan pendidikan yang
bersifat kolonial ke pendidikan nasional.pada tahun 1948 PGRI mulai
menerbitkan majalah GURU SASANA, yang kemudian diganti majalah SUARA GURU
sampai sekarang. Dalam hubungannya dengan luar negeri, mulai 1948 dirintis
menjalin kerjasama/ hubungan dengan National Education Association (NEA). PGRI
juga mendapat undangan kongres WCOT P (World Confideration of Organization of
the Teaching Profession) yang kedua di London pada bulan Juli 1948.
Akhirnya Belanda mulai tanggal 1
Januari 1950 mengakui kedaulatan RI dan sejak itulah organisasi PGRI mulai
ditata kembali organisasinya. Persatuan Guru Indonesia (PGI) di Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur dapat disatukan bergabung
dengan PGRI. Pada tahun 1950 terjadi 2 kongres PGRI yaitu kongres IV di
Yogyakarta (Februari 1950) dan yang kedua kongres V (Desember 1950) di Bandung
dalam usaha penataan kembali organisasi. Tahun 1950 merupakan tahun persatuan
karena akhirnya kongres itu membuat suatu “maklumat persatuan”.
Langganan:
Postingan (Atom)